Kedudukan Izin yang Terbit Sebelum Penetapan RTRW, Ahli Hukum: Aspek Pidana Tidak Boleh Dikesampingkan



Mediapintara.net-Jakarta-Pole­mik penataan ruang kembali mencuat setelah ditemukan adanya izin pemanfaatan ruang yang terbit lebih dahulu sebelum penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai validitas hukum izin tersebut, serta sejauh mana pertanggungjawaban pidana dapat dimintakan apabila pemanfaatan ruang menimbulkan dampak pelanggaran.

Ahli hukum pidana, Mochamad Moro Asih, menegaskan bahwa izin yang terbit sebelum penetapan RTRW pada dasarnya tetap memiliki kekuatan formil sebagai produk administrasi negara. Namun, kedudukannya tidak otomatis meniadakan potensi pertanggungjawaban hukum, terutama bila terbukti menimbulkan kerugian lingkungan maupun kepentingan umum.

“Secara normatif, izin yang keluar lebih dahulu tidak serta-merta batal demi hukum. Akan tetapi, jika pemegang izin menggunakan legalitas itu untuk melakukan kegiatan yang jelas bertentangan dengan ketentuan ruang yang kemudian ditetapkan dalam RTRW, maka aspek pidana bisa dimunculkan. Apalagi bila menimbulkan akibat merusak lingkungan, masyarakat, atau menabrak norma hukum yang lebih tinggi,” tegas Moro.

Ia mencontohkan, penyalahgunaan izin atau perbuatan melawan hukum yang berlandaskan izin administratif dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana, baik melalui ketentuan KUHP maupun undang-undang sektoral. “Instrumen pidana tetap relevan, sebab asas kepastian hukum tidak boleh dijadikan tameng untuk melanggengkan kerugian publik. Dalam hukum pidana, yang dinilai bukan hanya dokumen izin, tetapi juga akibat dan perbuatannya,” ujarnya.

Lebih jauh, Bung Moro menekankan pentingnya pembaruan hukum agar tidak terjadi benturan antara produk izin dengan rencana tata ruang. “Jika izin sudah terlanjur terbit, mekanisme evaluasi dan koreksi harus dibuka secara transparan. Jangan sampai perlindungan hukum kepada pemegang izin justru mengorbankan hak masyarakat luas. Dalam situasi tertentu, pidana bisa menjadi instrumen korektif terakhir untuk menegakkan keadilan,” tutupnya.



(Red).
Lebih baru Lebih lama